Jakarta - "Kami Putra Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah yang Satu, Tanah Air Indonesia"
Demikianlah bunyi sumpah pertama dari ketiga sumpah yang diikrarkan oleh perwakilan pemuda dari seluruh nusantara. Mereka bersumpah setia dan mengakui kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa di tengah keterjajahan negeri ini. Para pemuda tersebut mampu keluar dari batasan-batasan yang membelenggu mereka sehingga mampu melahirkan sumpah yang masih kita kenang sampai hari ini.
Menilik pada sumpah pertama yaitu kesatuan tanah air. Sumpah tersebut merupakan bukti komitmen para pemuda untuk tidak lagi berjuang berdasarkan kecintaan terhadap daerah masing-masing. Tetapi, lebih didasarkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia.
Kesatuan tanah air ini sempat dicemooh oleh salah seorang Menteri Urusan Daerah Jajahan, Hendrikus Colijn. Pada rentang tahun 1927-1928, ia pernah mengeluarkan pamflet yang menyebut kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong.
Menurutnya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan negara ini tak mungkin tanpa dibagi dalam wilayah-wilayah. Namun, Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 1928 itu mampu membuat persatuan itu tumbuh. Hingga akhirnya 27 tahun kemudian sumpah tersebut mampu mempersatukan Indonesia dalam bingkai kemerdekaan.
Dalam memperingati 81 tahun diikrarkannya sumpah pemuda sudah sepatutnya kita memiliki kecintaan terhadap tanah air. Sebagaimana para pemuda saat itu. Namun, kecintaan tersebut tak lagi harus dalam bentuk perjuangan fisik. Tetapi, kecintaan tersebut harus dapat merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan kita yang lebih luas. Dengan demikian kita dapat menghadapi berbagai tantangan yang dialami negeri ini dengan lebih mantap dan bersinergi.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di dunia adalah perdagangan bebas sebagai dampak dari globalisasi. Globalisasi mengakibatkan semakin hilangnya 'batas-batas' di antara negara-negara dunia.
Dampak tersebut juga amat terasa di dalam dunia perdagangan. Sebagaimana beberapa negara lain di dunia Indonesia telah terlibat aktif dalam perdagangan bebas dan telah menandatangani berbagai perjanjian yang mengikat negara-negara tersebut untuk menghilangkan berbagai proteksi terhadap produk dalam negeri.
Sebagai negara berkembang tampaknya Indonesia belum sepenuhnya siap dengan berbagai aturan yang mengikat tersebut. Suatu hal yang menjadi kekhawatiran adalah semakin melemahnya produksi dalam negeri karena kalah bersaing dengan berbagai produk impor.
Saat ini konsumen dalam negeri lebih memilih produk asing yang berkualitas dan harganya terjangkau. Ruwetnya, produsen lokal masih malu-malu untuk menggunakan istilah-istilah dalam negeri sebagai merek dagang mereka.
Pertanyaannya adalah apakah kita akan menyerah? Pada saat pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena telah terikat dengan berbagai peraturan dalam perdagangan bebas tersebut maka saat ini pemuda harus lebih proaktif mengambil langkah untuk membuat perubahan di masyarakat.
Pertama, pemuda dapat mendorong masyarakat untuk mengubah pola pikirnya. Sudah selayaknya pemuda dapat mendorong masyarakat mengubah anggapan yang menyatakan bahwa menggunakan produk asing dapat meningkatkan status sosial.
Pola pikir yang seharusnya ditanamkan adalah pemakaian produk dalam negeri merupakan bukti nasionalisme. Perubahan pola pikir tersebut tentunya akan berlanjut kepada perubahan perilaku. Sebagai contoh adalah memeriksa terlebih dahulu produk yang akan dibeli. Jika produk tersebut buatan dalam negeri maka harus diprioritaskan.
Kedua, gerakan ini harus ditularkan kepada setiap orang di sekitar kita. Apabila gerakan ini terus dilakukan maka bentuk kampanye kecintaan terhadap produk dalam negeri akan menjadi lebih efektif dan berdampak nyata.
Dengan memakai produk dalam negeri banyak manfaat yang dapat diambil seperti mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan buruh, dan menjadi modal bagi pembangunan. Saat hal tersebut telah menjadi gerakan nasional maka kita akan jauh lebih siap dalam menghadapi perdagangan bebas.
Setelah sumpah setia itu diikrarkan 80 tahun lalu kini saatnya untuk melihat kembali kecintaan kita terhadap tanah air ini. Bukti kecintaan itu sudah selayaknya kita buktikan dengan perbuatan nyata. Seperti memakai produk dalam negeri. 'Cinta Tanah Air Cinta Produk dalam Negeri'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar